Selasa, 29 Mei 2012

Biografi Sayyid Qutb; "Mengali kembali pemikiran sosok fenomenal. Seorang sastrawan, mujahid dan 'ulama"

photo from google
Seratus enam tahun berlalu setelah kelahiran salah satu tokoh Islam Sayyid Quthb. Tokoh kelahiran 9 Oktober 1906 itu adalah penulis kitab monumental “Fii Zhilaal Al-Qur`an”, “Ma’aalim fi Thariiq” dan “Al-Mustaqbal li haadzaa Ad Diin”. Tiga buku itu semuanya sudah diterjemahkan dengan bahasa Indonesia oleh sejumlah penerbit. Dan ketiga buku itu juga mendapat pasar yang luas di kalangan Muslim Dunia.

Memang ada perdebatan tentang metode berpikir Sayyid Qutb dalam tulisan-tulisannya yang tegas menyatakan kejahiliyahan masyarakat modern terkait keharusan hakimiyah (penghakiman) yang tidak merujuk kepada Allah swt. Tapi bagaimanapun, peri hidup Sayyid Qutb tetaplah penting diulas sebagai bagian dari perjalanan seorang yang rela mengorbankan dirinya untuk membela tauhid yang diyakini kebenarannya.

Sepintas Kehidupan Sayyid Qutb Sayyid Quthb gugur di tiang gantungan pada tanggal 20 Agustus 1966. Ia dikenal sebagai tokoh yang totalitas berjuang untuk agamanya, menyerahkan seluruh hidupnya untuk Allah, seorang mukmin yang begitu kuat keyakinannya. Ia persembahkan nyawanya yang ‘murah’ kepada keyakinan dan akidahnya. Ia lewati bertahun tahun usia terakhirnya di penjara. Ia tuangkan jiwa dan pikirannya yang luar biasa dalam lembar-lembar tulisan tangannya dengan untaian kata yang penuh makna dan bernilai sastra. Hampir semua orang yang membacanya, bisa merasakan getar ruhani dan pikirannya dari bunyi tulisan penanya yang tercantum hebat dalam karya-karya tulisnya.

Sayyid Qutb mendapat pendidikan pertama di rumah dari orang tua yang kuat beragama. Usia 6 tahun, Qutb diantar ke sekolah rendah di kampungnya, Assiyut. Dan pada usia 7 tahun ia mulai menghafal Al-Qur’an. Dalam tiga tahun berikutnya, ia telah menghafal seluruh Al-Qur`an.
Awal dekade 1940-an, satu era baru telah mulai terjadi dalam kehidupan Sayyid Qutb, sebagai masa pencerahan kesadarannya terhadap Islam. Dalam karya tulisnya, ia mulai menulis beberapa seri “At-Taswir Fanni Fil Qur’an” pada tahun 1939. Tulisan ini mengupas indahnya seni yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Qur’an. Pada tahun 1945 ia menulis sebuah kitab bertajuk “Masyahidul Qiamah Fil Qur’an” yang isinya menggambarkan peristiwa hari kiamat dalam Al-Qur`an. Dan pada tahun 1948, Sayyid Qutb menghasilkan sebuah buku berjudul “Al-Adalah Al-Ijtima’iyyah Fil Islam” atau Keadilan Sosial dalam Islam. Dalam kitab ini, ia tegas menyatakan bahwa keadilan masyarakat sejati hanya akan tercapai bila masyarakat menerapkan sistem Islam.

Fase terakhir perjalanan Sayyid Qutb berawal pada tahun 1951, saat ia mulai bergabung dengan Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun, sampai tahun wafatnya di tiang gantungan tahun 1966. Baginya, rentang masa itu sangat penting dan karenanya ia pernah mengatakan bahw tahun 1951 adalah tahun kelahirannya. Sayyid Qutb bergabung bersama Al-Ikhwan Al-Muslmun, dua tahun selah wafatnya Imam Hassan al-Banna yang merupakan pendiri Al-Ikhwan, pada tahun 1949. Mereka tidak pernah bertemu muka, meski dilahirkan di tahun yang sama 1906, dan dididik di tempat yang sama, di Darul Ulum.

Namun di antara mereka mempunyai kesatuan jiwa dan kesamaan orientasi berpikir. Sebelumnya, ketika Hasan Al-Banna membaca buku “Al-’Adalah Al-Ijtima’iyyah Fil Islam”, karangan Sayyid Qutb, ia menganggap pengarangnya adalah bagian dari Al-Ikhwan. Lalu, al-Banna telah mengatakan bahwa “orang ini” (Sayyid Qutb) tidak lama lagi akan bergabung bersama Al-Ikhwan.

Sayyid Qutb juga mempunyai perasaan yang sama terhadap Hassan Al-Banna. Kematian Al-Banna sangat membekas dalam jiwanya, meski ia belum pernah bersama dengan Al-Banna. Berita kematian Al-Banna diterimanya dengan perasaan tragis saat ia dirawat di sebuah rumah sakit di Amerika. Karena orang-orang Amerika bergembira menyambut berita kematian Al-Banna. Pulang dari AS, Sayyid Qutb mengkaji kehidupan Al-Banna dan membaca seluruh risalah karangannya. Selanjutnya ia pun memutuskan untuk memikul amanah perjuangan Hassan al-Banna.

Beberapa karya Sayyid Qutb selanjutnya adalah: Haaza ad Din, Al-Musta qbal li hadza ad diin, khashaish tashawwur al-Islami, ma’alim fi thariq, dan tafsir fii zilali al-Qur`an. Pesan utama yang ditekankan Qutb di dalam tulisan-tulisannya adalah konsep al-Tauhid dari sudut al-Uluhiyyah. Menurutnya inti dari Tauhid Uluhiyyah adalah hak Allah dari sudut al-Hakimiyyah dan al-Tasyri’ (pembuatan peraturan). Dan karenanya, menurut Qutb ikrar Lailaha ilalLah adalah pernyataan revolusi terhadap seluruh kedaulatan yang berkuasa di atas muka bumi Nya. Maka seluruhnya itu mesti dikembalikan kepada hakNya.

Pada13 Januari 1954, Revolusi Mesir melarang Al-Ikhwan Al-Muslimun dan para pimpinannya ditangkap karena dituduh sedang kudeta. Tanpa bukti yang jelas, tujuh orang pimpinan tertinggi Al-Ikhwan dijatuhi hukuman mati, termasuk Hasan Hudhaibi, Abdul Qadir Audah dan Syeikh Muhammad Farghali, ketua sukarelawan Mujahidin Ikhwan al-Muslimin di dalam Perang Suez 1948. Tapi hukuman terhadap Hasan Hudhaibi dirubah menjadi penjara seumur hidup dan Sayyid Qutb dihukum penjara lima belas tahun dengan kerja berat.

Pada tahun 1964, Sayyid Qutb telah dibebaskan atas permintaan pribadi Abdul Salam Arif, Presiden Iraq. Tapi Pemerintahan Revolusi Mesir belum menerima pembebasan tersebut. Setelah Presiden Abdul Salam Arif meninggal dalam satu musibah pesawat udara, Qutb ditangkap lagi pada tahun berikutnya. Alasannya adalah karena Qutb dituduh kembali merancang kudeta. Selain itu, Mahkamah Revolusi merujuk pada buku-buku Sayyid Quthb terutama Maalim Fi At Thariiq, yang mendasari pernyataan seruan revolusi terhadap seluruh kedaulatan yang tidak berdasarkan Syari’at Allah.

Sayyid Qutb ditahan bersama seluruh anggota keluarganya. Sebelum hukuman gantung dilaksanakan, Presiden Naser menghantar utusan menemui Sayyid Qutb. Melalui utusan itu Presiden Naser meminta agar Sayyid Qutb menulis pernyataan meminta ampun agar ia dibebaskan. Tapi Sayyid Qutb dengan tegas menjawab; “Telunjuk yang bersyahadah setiap kali dalam shalat menegaskan bahwa Tiada Ilah yang disembah dengan sesungguhnya melainkan Allah dan Muhamad adalah Rasulullah, dan aku takkan menulis satu perkataan yang hina. Jika aku dipenjara karena kebenaran aku ridha. Jika aku dipenjara secara batil, aku tidak akan menuntut rahmat daripada kebatilan. ”
Pagi hari Senin, 29 Agustus 1966, Sayyid Qutb digantung bersama-sama sahabat seperjuangannya, Muhamad Yusuf Hawwash dan Abdul Fatah Ismail. Dunia Islampun kehilangan salah satu pejuangnya yang berani mempertaruhkan nyawanya untuk membela tauhid. (Lili Nur Aulia)

Rabu, 16 Mei 2012

Syahadah, Bikin Hidup Lebih Hidup!



Islamedia - Khalid bin Walid adalah Panglima yang memporak porandakan pasukan Muslimin di Perang Uhud. Lalu Allah akhirnya menghendakinya menjadi bagian dari kaum Muslimin. Kemarin ia adalah orang yang sangat membenci Muhammad serta membenci agama yang dibawanya, namun hari ini ia adalah orang yang sangat mencinta Muhammad saw dan agama barunya yakni Islam.

Dialah yang menghancurkan pasukan Musailamah Al-Kadzab seorang Nabi palsu yang mengaku Nabi setelah wafatnya Rasulullah saw. Dia pula yang menyelamatkan kaum Muslimin dari kepungan orang-orang kafir saat Perang Mu’tah. Dia juga yang menghancurkan pasukan Persia. Dia pulalah yang menghancurkan 240 ribu pasukan Romawi saat perang Yarmuk. Dia adalah orang yang mukhlish dimana disaat namanya kian menjulang di kawasan jazirah arab karena kemenangan yang selalu ia raih, ia dengan ikhlas dan penuh ta’zim saat harus diturunkan jabatannya dari panglima besar hanya menjadi prajurit biasa.

Salman Al-Farisi adalah seorang walikota di daerah Madain. Ia adalah walikota yang sederhana, yang tak memakan gajinya sedikitpun, ia bagikan seluruhnya untuk rakyatnya. Dan ia menghidupi keluarganya dengan menjual keranjang hasil anyamannya sendiri.

Bilal bin Rabah setiap hari ia dipanggang ditengah padang pasir yang membakar. Dicambuk dan ditindih batu besar. Tak bergeming hatinya dari aqidahnya. Tak bergerak bibirnya untuk mengatakan perintah Umayyah majikannya untuk menyebutkan berhala latta dan uzza.

Mush’ab bin Umair tangan kanannya putus karena mempertahankan bendera dan melindungi Rasulullah dari serangan musuh dalam Perang Uhud. Lalu ia mengambil dan mengibarkan bendera dengan kanan kirinya, lalu musuh kembali menebas tangan kirinya hingga putus. Mush’ab pun mengibarkan panji dengan mengapit bendera dengan kedua pangkal pahanya. Lalu musuh menombaknya hingga syahid.

Abu Dzar Al-Ghifari sebelumnya adalah seorang perampok yang paling ditakuti di Jazirah Arab. Lalu hidayah Allah datang kepadanya dan dia adalah orang ke enam yang masuk Islam dia pula orang pertama yang berani secara terang-terangan meneriakan syahadatain di tengah-tengah orang kafir Quraisy. Padahal waktu itu dakwah masih sirriyah (sembunyi-sembunyi).
Hmmm..banyak kisah dan peristiwa yang begitu menakjubkan. Keajaiban keajaiban yang ditunjukan para sahabat sungguh luar biasa. Mereka yang sebelumnya teramat membenci dakwah ini lalu berubah 180 derajat menjadi pribadi yang begitu mempesona dan mencintai dakwah ini dengan segenap jiwa. Bahkan mereka rela mengorbankan apapun untuk Allah dan Rasulnya.

Apa yang membuat mereka menjadi sehebat itu?

Syahadah…syahadah yang telah merubah warna mereka. Kepribadian mereka berubah total setelah lisannya berucap Laa Ilaaha illallah Muhammad Rasulullah..kalimat itulah yang telah menjadikan mereka diliputi penuh kemuliaan. Kisah kisah heroik dalam mempertahankan aqidah, mereka suguhkan sebagai konsekwensi setelah berikrar dengan mengucap syahadatain.

Mereka merevolusi diri mereka dengan penuh keikhlasan, tanpa beban sedikitpun. Malahan, mereka melakukannya dengan penuh cinta. Mereka rela berkorban meski harta tak bersisa, mereka siap berkorban meski harus bermusuhan dengan ibu dan keluarga tercinta, bahkan hingga nyawa meregang dengan jasadnya, siap mereka pertaruhkan untuk Allah dan Rasul-Nya.

Sungguh..mereka adalah sebaik baik generasi. Pengorbanan dan perjuangan mereka tak akan mampu ditandingi oleh siapapun.

Bagi ummat sekarang ini, syahadatain seperti tak bermakna. Ia hanya terucap dibibir tanpa membekas dihati dan tanpa terlihat pada amal. Sedangkan para sahabat mengerti benar, bahwa syahadatain yang mereka ucapkan bukanlah sebuah kalimat biasa tanpa makna. Melainkan sebuah kalimat yang teramat berat dan penuh resiko serta penuh konsekwensi yang akan mereka hadapi. Namun mereka yakin hanya dengan syahadatain lah mereka bisa bertemu Tuhannya secara langsung di syurga kelak. Hanya dengan syahadah lah mereka bisa bermanja manja kelak ditaman taman syurga yang hijau. Maka untuk meraih kenikmatan di akhirat itu, mereka tak peduli sesakit apapun perjuangan mereka di dunia. Karena pada sesungguhnya mereka sedang membangun rumah di syurga-Nya.

Mereka sadar dengan sepenuhnya bahwa syahadah yang mereka ucapkan memiliki makna begitu dalam. Mereka mengerti dan memahami keputusan mengucapkan syahadah bukan hanya sekedar pernyataan melainkan sebuah janji dan sumpah yang harus selalu mereka pegang dan tak boleh melepasnya meski sebentar saja.

1.       Al-I’lan (pernyataan)
Katakanlah (Muhammad) : “Wahai Ahli Kitab! marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami seorang Muslim”. (Ali Imron : 64)
Inilah pintu gerbang untuk memasuki bangunan Islam. Siapa saja yang ingin memasuki agama Islam yang mulia ini ia harus menyatakan keislamannya dengan mengucap syahadatain. Serta ia harus mengetahui apa konsekwensi yang ada dibelakangnya.
Kalimat ini bukan kalimat biasa, ia syarat makna dan begitu berat. Secara substansi syahadah adalah pernyataan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, sekaligus pengukuhan Allah sebagai satu satunya Tuhan dan Rasulullah satu satunya teladan. Maka konsekwensi dari syahadah adalah menolak segala jenis tuhan tuhan yang lain.
Para sahabat mengeti benar kalimat syahadah ini. Karenanya, disiksa bagaimanapun tak akan menggoyahkan aqidah mereka.
2.       Al-Wa’du (Janji)
Dan (ingatlah) ketika Tuhan mu mengeluarkanmu dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah aku ini Tuhan mu?” mereka nebjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami) kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu), agar dihari kiamat kamu tidak mengatan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (Al-A’raf : 172)
Selain pernyataan, syahadah juga berarti perjanjian; perjanjian yang kuat. Berjanji hanya untuk meng-Esakan Allah. Berjanji untuk tidak menyembah dan meminta pertolongan selain kepada-Nya. Berjanji setia untuk senantiasa mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Serta menjauhi semua larangan-Nya dan Rasul-Nya.
Maka dari makna ini, konsekwensinya adalah, seorang muslim harus beramal, beribadah sesuai perintah-Nya. Mengikuti aturan hidup yang termaktub dalam kitab suci-Nya. Melanggar perjanjian ini berarti ia termasuk golongan munafik.
3.       Al-Qosam (Sumpah)
Katakanlah (Muhammad): “Sesungguhnya sholatku, iabadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (Al-An’am : 162-163)
Syahadah juga bermakna sumpah. Tentu sumpah ini lebih berat maknanya dari pernyataan dan janji. Seorang muslim secara sadar akan terikat oleh sumpah ini. Sumpah hanya untuk mentauhidkan Allah saja. Sumpah untuk menyerahkan segala hidupnya, matinya dan ibadahnya hanya untuk Allah saja. Sumpah untuk tetap mempertahankan aqidah bagaimanapun penyiksaan yang akan dihadapi. Sumpah untuk tetap istiqomah dan memperjuangkan agama ini dengan pengorbanan sebesar besarnya.

Jika seorang muslim mampu menjalankan syahadatain dengan sebenar-benarnya maka akan melahirkan sifat berani (syaja’ah), tenang (Ithmi’nan) dan Optimis (Tafa’ul). Ketiga sifat inilah yang diconrohkan para sahabat. Setelah bersyahadat, tak ada lagi rasa takut dalam jiwanya kecuali pada Allah saja. Tak ada kegelisahan dalam menghadapi mihnah (cobaan) karena mereka yakin Allah bersama mereka. Tak ada rasa pesimis dalam mencapai ridho Allah.

Semoga Allah mempertemukan kita di syurga kelak..bersama Rasulullah, para sahabat dan para pejuang Islam lainnya…aminn..

Wallahu’alam bisshowab

Abu Rafah bin NIsan
http://www.islamedia.web.id

Maka Kuatkanlah Ikatannya

~ Catatan Bersama Murobbi

Sesungguhnya engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berpadu,
Berhimpun dalam naungan cintaMu..
Bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan..
Menegakkan syariat dalam kehidupan..

Hunjaman rindu datang menusuk kalbu. Masa indah bersama kepingan mozaik jiwa. Berjuang, berderai tangis dan tawa. Berdakwah.

Jendela kamarku terbuka, mengantarkan hembusan angin yang membawa kesegaran batin. Aku terduduk di depan layar kehidupan, menatap goresan catatan perjuangan. Mungkin belum seberapa, namun kurasakan sangat bermakna.


Teringat saat hujan tersenyum menghampiri. Pada sepertiga malam terakhir itu. Tanpa menghiraukan dingin yang menembus kulit. Kita bopong karpet di atas kepala, seraya berjalan perlahan. Kita hamparkan di tengah ruang tamu, yang juga ruang makan, sekaligus ruang 'keluarga' kita, Hanya demi satu hal: Qiyam yang sahaja. Hingga merangkai fajar, menyambut seruan adzan dari masjid sebelah.

Menyisakan satu rasa sesak, ketika rutinitas itu terlewatkan. Sungguh, pada hari ini, aku selalu mengingat momen itu jika ada rasa futur, ada rasa malas, ada rasa ingin meninggalkan rutinitas itu pada suatu waktu. Satu hal yang selalu memberi semangat ketika penat.

Pada lain waktu, hari Senin atau Kamis, kita terbangun saat panggilanNya sudah terdengar. Kita saling menatap satu sama lain. Tersenyum lucu. Terlewatkan apa yang telah kita niatkan. Tapi tidak berakhir, bahkan kalian selalu menjadi penguat, untuk tetap menjalankan niat kita malam sebelumnya. Subhanallah, betapa indah azzam yang kita ikrarkan. Sungguh, ana rindu.

Secangkir kehangatan di malam hari, selalu kita lewati dengan diskusi. Apapun itu. Dari sana aku banyak mendapat penghangat jiwa. Satu hal yang sangat aku rindukan. Penghangat ketika iman ini sudah mulai membeku. Tetes demi tetesnya menghilangkan penat yang mengotori gelas hati.

Teringat juga ketika diskusi yang selalu menjadi topik lucu, namun penuh makna bagi kita. Bukan banyolan, apalagi sekedar dustaan untuk mengundang tawa. Suatu hal yang selalu membawa senyum tersendiri bagi kita. Saling sindir satu sama lain. Tidak untuk memanasi. Memotivasi? Aku sendiri sangat ingat, ketika salah seorang dari kita, banyak menceritakan hal-hal terkait diskusi kita ini. Tentang cinta, tentang separuh agama kita. Aku hanya bisa tersenyum mengingatnya hari ini. Hehe..

Satu fase kita terdiam. Satu titik kita menangis. Satu sudut kita tersenyum. Tapi di sepanjang jalan, di manapun kita berada, dakwah senantiasa menuai kerinduan di dalam benak kita. Benakku, dan aku yakin dalam benak kalian juga.

Karena memang seperti itulah dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semua yang ada pada dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai. Lagi-lagi memang seperti itulah dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging akhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.

Hari ini, kita berada di dunia yang sama-sama baru dalam definisi realita kita masing-masing. Aku berada di sini, kalian berada di tempat yang juga berbeda. Aku dengan kehidupanku hari ini, kalian juga bersama realita kehidupan kalian masing-masing.  Ya, di tepian itu kita menatap ke depan. Tapi goresan itu takkan hilang. Karena ikatan kita, lebih kuat dari ikatan apapun yang ada di dunia. Kita bersaudara, dalam balutan aqidah!

Maka kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya. Terangilah dengan cahayaMu yang tiada pernah padam. Lapangkanlah dada kami dengan karunia iman dan indahnya tawakkal padaMu. Hidupkan dengan ma'rifatMu. Matikan dalam syahid di jalanMu. Engkaulah pelindung dan pembela.

Ya Rabbi, bimbinglah kami.
Dan semoga shalawat dan salam senantiasa bersama kekasihMu, Rasulullah saw..

#http://www.islamedia.web.id

Kamis, 03 Mei 2012

Cahaya Di Wajah Ummat


 

Dalam satu kesatuan amal jama’i ada orang yang mendapatkan nilai tinggi karena ia betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jama’i. Kejujuran, kesuburan, kejernihan dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa. Keberadaannya menggairahkan dan menenteramkan. Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja dalam jaringan amal jama’i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan di hadapan Allah SWT secara sendiri-sendiri.

Karenanya jangan ada kader yang mengandalkan kumpulan-kumpulan besar tanpa beru-saha meningkatkan kualitas dirinya. Ingat suatu pesan Rasulullah SAW: Man abtha-a bihi amaluhu lam yusri’ bihi nasabuhu (Siapa yang lamban beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya ).

Makna tarbiah itu sendiri adalah mengharuskan seseorang lebih berdaya, bukan terus-menerus menempel dan tergantung pada orang lain. Meskipun kebersamaan itu merupakan sesuatu yang baik tapi ada saatnya kita tidak dapat bersama, demikian sunahnya. Sebab kalau mau, para sahabat Rasulullah SAW bisa saja menetap dan wafat di Madinah, atau terus menerus tinggal ber-mulazamah tinggal di masjidil Haram yang nilainya sekian ra-tus ribu atau di Masjid Nabawi yang pahalanya sekian ribu kali. Tapi mengapa makam para Sahabat tidak banyak berada di Baqi atau di Ma’la. Tetapi makam mereka banyak bertebaran jauh, beribu-ribu mil dari negeri mereka.

Sesungguhnya mereka mengutamakan adanya makna diri mereka sebagai perwujudan firman-Nya: Wal takum minkum ummatuy yad’una ilal khoir. Atau dalam firman-Nya: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnasi (Kamu adalah sebaik-baiknya ummat yang di-tampilkan untuk ummat manusia. Qs. 3;110). Ummat yang terbaik bukan untuk disem-bunyikan tapi untuk ditampilkan kepada seluruh ummat manusia. Inilah sesuatu yang sangat perlu kita jaga dan perhatikan. Kita semua beramal tapi tidak larut dalam kesendirian. Hendaklah ketika sendiri kita selalu mendapat cahaya dan menjadi cahaya yang menyinari lingkungan sekitarnya.

Jangan ada lagi kader yang mengatakan, saya jadi buruk begini karena lingkungan. Mengapa tidak berkata sebaliknya, karena lingkungan seperti itu, saya harus mempenga-ruhi lingkungan itu dengan pengaruh yang ada pada diri saya. Seharusnya dimanapun dia berada ia harus berusaha membuat kawasan-kawasan kebaikan, kawasan cahaya, kawas-an ilmu, kawasan akhlak, kawasan taqwa, kawasan al-haq, setelah kawasan-kawasan tadi menjadi sempit dan gelap oleh kawasan-kawasan jahiliyah, kezaliman, kebodohan dan hawa nafsu. Demikianlah ciri kader dakwah, dimanapun dia berada terus menerus memberi makna kehidupan. Seperti sejarah da’wah ini, tumbuh dari seorang, dua orang kemudian menjadi beribu-ribu atau berjuta-juta orang.

Sangat indah ungkapan Imam Syahid Hasan Al Banna, "Antum ruhun jadidah tarsi fi ja-sadil ummah". Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru yang mengalir di tubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al-Qur’an.

Jangan ada sesudah ini, kader yang hanya mengandalkan kerumunan besar untuk mera-sakan eksistensi dirinya. Tapi, dimanapun dia berada ia tetap merasakan sebagai hamba Allah SWT, ia harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan taqwanya kepada Allah SWT, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan terlihat orang. Kemana-pun pergi, ia tak merasa kesunyian, tersudut atau terasing, karena Allah senantiasa ber-samanya. Bahkan ia dapatkan kebersamaan rasul-Nya, ummat dan alam semesta senanti-asa.

Kehebatan Namrud bagi Nabi Ibrahim AS tidak ada artinya, tidaklah sendirian. ALLAH bersamanya dan alam semesta selalu bersamanya. Api yang berkobar-kobar yang dinya-lakan Namrud untuk membinasakan dirinya, ternyata satu korps dengannya dalam menu-naikan tugas pengabdian kepada ALLAH. Alih-alih dari menghanguskannya, justeru ma-lah menjadi "bardan wa salaman" (penyejuk dan penyelamat). Karena itu, kader sejati yakin bahwa Allah SWT akan senantiasa membuka jalan bagi pejuang Da’wah sesuai dengan janji-Nya, In tansurullah yansurukum wayu sabit akdamakum (Jika kamu meno-long Allah, Ia pasti akan menolongmu dan mengokohkan langkah kamu)

Semoga para kader senantiasa mendapatkan perlindungan dan bimbingan dari Allah SWT ditengah derasnya arus dan badai perusakan ummat. Kita harus yakin sepenuhnya akan pertolongan Allah SWT dan bukan yakin dan percaya pada diri sendiri. Masukkan diri kedalam benteng-benteng kekuatan usrah atau halaqah tempat Junud Da’wah melingkar dalam suatu benteng perlindungan, menghimpun bekal dan amunisi untuk terjun ke arena pertarungan Haq dan bathil yang berat dan menuntut pengorbanan

Disanalah kita mentarbiah diri sendiri dan generasi mendatang. Inilah sebagian pelipur kesedihan ummat yang berkepanjangan, dengan munculnya generasi baru. Generasi yang siap memikul beban da’wah dan menegakan Islam. Inilah harapan baru bagi masa depan yang lebih gemilang, dibawah naungan Alqur-an dan cahaya Islam rahmatan lil alamin.

 #Tulisan Alm.Ustadz Rahmat Abdullah Allahuyarham