Kamis, 19 April 2012

ROKOK; antara konspirasi, kebodohan, dan zat mematikan!


Bismillahirrohmanirrohim …
Mereka adalah bangsa yang picik lagi jahat. Di tengah menjadi aktor produsen asap mematikan itu, namun di saat itu pula mereka mengutuk penggunaan (bahkan melarangnya) di negeri mereka sendiri.

Perlu dicatat, Philip Morris, pabrik rokok terbesar di Amerika menyumbangkan 12% dari keuntungan bersihnya ke Israel. Saat ini jumlah perokok di seluruh dunia mencapai angka 1,15 milyar orang, jika 400 juta diantaranya adalah perokok Muslim, berarti umat muslim menyumbang 35% dari jumlah perokok dunia. Laba yang diraih oleh produsen rokok bermerek Marlboro, Merit, Benson, L&M itu setiap bungkusnya pun mencapai 10%. (sumber.www.eramuslim.com)

DR. Stephen Carr Leon yang pernah meneliti tentang pengembangan kualitas hidup orang Israel atau orang Yahudi. Mereka memiliki hasil penelitian dari ahli peneliti tentang Genetika dan DNA yang meyakinkan bahwa NIKOTIN akan merusak sel utama yang ada di otak manusia yang dampaknya tidak hanya kepada si perokok akan tetapi juga akan mempengaruhi “gen” atau keturunannya.
Pengaruh yang utama adalah dapat membuat orang dan keturunannya menjadi “bodoh”atau “dungu”. Jadi sekali lagi, jika penghasil rokok terbesar di dunia ini adalah orang Yahudi ! Tetapi yang merokok, bukan orang Yahudi. Ironis sekali. Siapakah yang kemudian menjadi konsumen asap-asap rokok buatan Negara Zionis itu? Anda, teman anda, orangtua anda, atau anak kita? Hanya kita yang bisa menjawab.

1. Sebatang rokok mengandung 4.000 (empat ribu) zat / bahan kimia berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia, diantaranya:
  • aceton, zat penghapus cat
  • hydrogen cianide, racun untuk hukuman mati
  • methanol, bahan bakar roket
  • ammonia, dimethrilnitrosamine, pembersih lantai
  • nepthalene, kapur barus
  • toluene, pelarut industri
  • polonium, bahan bakar korek api
  • arsenic, racun mematikan serangga
  • cadmium, bahan aki mobil
  • carbon monoxide dan bhutane, gas beracun dari knalpot
2. Ada 24 penyakit fatal akibat merokok:
Rokok merupakan salah satu penyebab utama serangan jantung. Kematian seorang perokok akibat penyakit jantung lebih banyak dibanding kematian akibat kanker paru-paru. Bahkan rokok rendah tar atau rendah nikotin tidak akan mengurangi risiko penyakit jantung. Karena beberapa dari rokok-rokok yang menggunakan filter meningkatkan jumlah karbon monoksida yang dihirup, yang membuat rokok tersebut bahkan lebih buruk untuk jantung daripada rokok yang tidak menggunakan filter.

Nikotin yang dikandung dalam sebatang rokok bisa membuat jantung perokok berdebar lebih cepat dan meningkatkan kebutuhan tubuh perokok akan oksigen. Asap rokok juga mengandung karbon monoksida yang beracun. Zat beracun ini berjalan menuju aliran darah dan sebenarnya menghalangi aliran oksigen ke jantung dan ke organ-organ penting lainnya. Nikotin dapat mempersempit pembuluh darah sehingga lebih memperlambat lagi aliran oksigen. Itu sebabnya para perokok memiliki risiko terkena penyakit jantung yang sangat tinggi.

Nikotin yang terhisap kedalam tubuh manusia akan merusak jaringan sel tubuh, termasuk yang paling rentan adalah sel otak. Seorang bapak perokok dipastikan akan mempunyai anak / keturunan yang rendah tingkat kecerdasannya (bodoh) karena sel otaknya telah tercemari racun rokok sejak dalam kandungan.

Sebenarnya dengan pemasangan iklan rokok di berbagai Media dan sebagainya sudahlah tidak mengherankan untuk negeri kita ini, rokok menjadi raja industri yang bisa melakukan apa saja, bahkan saat banyak yang setuju dengan pelarangan rokok di Indonesia ternyata ada juga yang berpendapat “Indonesia Super League” tidak akan ada tanpa rokok. Sedemikian parahnya rokok “menguasai” Indonesia, sehingga ketergantungan pemerintahpun begitu tinggi terhadap pajak, bea cukai yang dihasilkan dari rokok ini.

Coba kita melihat ke dua Negara yang dapat disebut memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, Israel misalnya? Dan tentunya Singapura yang menjadi tangan kanan Israel di Asia tenggara saat ini, bukan rahasia lagi jika Singapura merupakan Negara yang sangat dekat dengan Amerika dan Israel.
Di Israel, merokok itu tabu! Mereka memiliki hasil penelitian dari ahli peneliti tentang Genetika dan DNA yang meyakinkan bahwa NIKOTIN akan merusak sel utama yang ada di dalam otak manusia yang dampaknya tidak hanya kepada si perokok akan tetapi juga akan mempengaruhi “gen” atau keturunannya.

Pengaruh yang utama adalah dapat membuat orang dan keturunannya menjadi “bodoh” atau “dungu”. Walaupun, kalau kita perhatikan, maka penghasil rokok terbesar di Dunia saat ini adalah orang Yahudi! Tetapi yang merokok, bukan orang Yahudi.
Mengapa?
Inilah yang menjadi Agenda tersembunyi dari Kaum Zionis, masyarakat Non Yahudi di biarkan merokok dengan sepuas-puasnya, sedangkan mereka sebagai produsen rokok tidak memakainya, karena selain mereka tahu bahwa di dalamnya terdapat zat yang merusak sel-sel otak atau kebodohan , selain itu untuk merusak generasi non Yahudi.

Berdasarkan terjemahan H. Maaruf Bin Hj Abdul Kadir (guru besar berkebangsaan Malaysia) dari Universitas Massachuset USA tentang penelitian yang dilakukan Dr, Stephen Carr Leon. Penelitian DR Leon ini adalah tentang pengembangan kualitas hidup orang Israel atau orang Yahudi dengan meningkatkan konsumsi gizi serta larangan merokok, sedangkan upaya mengkerdilkan bangsa non Yahudi, makanan-makanan perusak termasuk di dalamnya rokok sengaja diciptakan.
Di Indonesia, fenomenanya lebih sadis lagi. Rokok bukan saja lekat kepada lelaki dewasa, namun wanita, remaja, hingga ulama. Masih ingat dalam benak awak media, ucapan KH. Kholil Ridwan dalam deklarasi MIUMI baru-baru ini. Beliau mengatakan ada dua jenis ulama di Indonesia, ulama yang tidak merokok dan ulama yang merokok. Bahkan untuk menentukan fatwa haram rokok di Indonesia masih terjadi silang sengketa.

Negara Singapura sebagai Negara dengan yang memiliki komunitas Yahudi terbesar di Asia Tenggara, di Singapura para perokok diberlakukan sebagai warga negara kelas dua, Semua yang berhubungan dengan perokok akan dipersulit oleh pemerintahnya. Harga rokok 1 pak di Singapura adalah 7 US Dollar bandingkan dengan Indonesia yang hanya berharga 70 sen US Dollar. Pemerintah Singapura menganut apa yang telah dilakukan oleh peneliti Israel, bahwa nikotin hanya akan menghasilkan generasai yang “Bodoh” dan “Dungu”.

Dengan mempertahankan ‘cultur” atau “habbit” merokok, apakah memang kita  ingin melahirkan generasi “Bodoh” dan “Dungu” kelak? Atau sadarkah kita bahwa kita sedang terperangkap dalam grand design Pembodohan dan Pedunguan dengan mendewa-dewakan rokok tersebut? Semoga kita semakin sadar bahwa generasi kita kelak dalam ancaman rusaknya moral karena kebodohan dan kedunguan yang sedang diciptakan.
STOP MEROKOK!
Wallahu ‘alam

*www.eramuslim.com dan berbagai sumber


Senin, 16 April 2012

Tentang kelebihanmu atau kekuranganku...



Sebut saja A dan B. Dua orang sahabat yang sejak kecil sering bercanda bersama, menangis bersama, bahkan melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi pun selalu bersama. Kecocokan antara keduanya telah terbingkai dalam sebuah jalinan persaudaraan yang unik, yang tak mudah kita temui di kebanyakan episode persaudaraan yang lain.

Suatu ketika, di sebuah serambi masjid kampus, mereka sepakat untuk saling mengoreksi dan mengevaluasi dir mereka masing-masing. Si A harus mengevaluasi kekurangan dan kelebihan si B. Begitu pun sebaliknya, si B juga harus bisa menyebutkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri si A. Mereka bersepakat bahwa beberapa hari lagi akan bertemu di tempat yang sama untuk menyampaikan hasil evaluasi yang mereka siapkan mulai dari pertemuan itu. Hingga tibalah hari dimana mereka menyampaikan boring evaluasinya.

“A, silakan kamu mulai bacakan evaluasimu terhadap tingkahku selama ini.” Ucap si A mengawali pembicaraan.
“Tidak B, kamu saja yang memulainya. Sepertinya tulisanmu lebih banyak. Dan sepertinya kamu lebih siap untuk menyampaikannya lebih dahulu.”

“Hmm, baiklah. Aku yang akan memulainya.”
“Silakan B, aku akan mendengarkan.”
“Tapi,,, kamu janji ya tidak akan marah padaku setelah kubacakan penilaianku padamu?”
“Baiklah, aku tidak akan marah. Sampaikan saja sejujurnya padaku.”
“Err, kamu mau mendengar yang mana dulu? Tentang kelebihanmu atau kekuranganmu?”
“Kekuranganku saja dulu.”
“A, kamu itu orangnya egois, maunya selalu diperhatikan, tidak peka sama lingkungan, tak pernah mau terus terang tentang masalah yang menimpamu. Kamu itu selalu menyalahkan orang lain ketika ada masalah yang menimpamu, kamu itu……”
“maaf B, maafkan aku bila selama ini telah sering menyakitimu.” Ujar si A memotong perkataan si B yang sedang membacakan evaluasinya.
“Tak apa A, maaf juga bila kamu telah tersinggung mendengarkan evaluasiku ini. Tapi, aku masih belum selesai membacakannya. Apakah harus ku hentikan?”
“Tidak B, lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkannya.” Kata si A sambil menyeka pipinya yang mulai meneteskan air mata.
“Kamu itu, maaf…. Pemalas, tergantung pada orang tua, selalu bilang aku seperti anak-anak. Dan kamu itu plin-plan….” Sejenak B menatap wajah saudaranya. Binar matanya mulai terbasahi air mata yang mulai menetes melintasi pipinya.
“A, ada apa? Apa ku menyakitimu? Kalau begitu aku hentikan saja evaluasiku. Aku tak ingin sahabatku bersedih seperti ini.”
“Tidak apa B, terus lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkan nasihat dari sahabat terbaik ku.”
“Aku tak sanggup melihatmu bersedih seperti ini. Biar ku hentikan saja ya.”
“Tolong B, lanjutkan saja. Aku tidak apa-apa sahabatku. Aku hanya ingin mengetahui dari lisanmu mengenai kesalahan-kesalahanku padamu. Apakah kekuranganku masih banyak?” ujar A sambil menahan tangis yang hampir meledak “Maaf A, masih ada tiga halaman lagi. Baiklah, aku lanjutkan.” Si B pun melanjutkan membaca daftar kekurangan si a yang telah ia tuliskan.
Selanjutnya, si B membacakan daftar kelebihan yang dimiliki si A.
“A, bagiku kamu tetap istimewa, kamu adalah temanku yang paling cerdas dan kamu sering mengingatkanku bila ku tersalah.” Si B membacakan daftar kelebihan si A yang hanya tiga paragraph tersebut.
“Sudah A, aku sudah membacakan semuanya. Selanjutnya giliranmu.”
Sambil berusaha senyum, si A membacakan daftar kelebihan dan kekurangan si B.
“Sekarang aku akan membacakan kelebihanmu dulu saja ya B.”
“Baik A, kalau kamu berkenan, silakan.”
“Kamu itu kreatif, cekatan, suka menolong, penuh ide brilian, konsisten, tak mengharap imbalan duniawi, kata-katamu selalu terjaga, dan selalu senyum tatkala menyapa orang-orang di sekitarmu….” Ucap si A panjang lebar hingga tiga halaman A4 ia selesai bacakan.
“sudah B, aku sudah selesai membacakan semua yang kutulis.”
“kekuranganku?”
“Tidak, tidak ada…. Aku sudah rampung membaca semua evaluasiku padamu saudaraku.”
“Apa maksudmu? Apa saja kekuranganku dan tingkah burukku yang telah menyakitimu selama aku menjadi sahabatmu A? coba sebutkan saja, aku tidak akan marah.”
“Aku tak bisa menuliskan apapun pada lembar kekuranganmu A. bagiku, kekuranganmu telah mengajarkanmu untuk lebih dewasa dan bijak dalam mengambil setiap keputusan. Dan semua itu telah terbingkai indah dalam memori hidupku sahabatku. Oleh karena itu tak ada yang bisa kubacakan mengenai kekuranganmu.”
“Duhai sahabatku, maafkan aku. Sungguh engkau adalah sahabat terbaik yang pernah kutemui. Engkau adalah mutiara yang selalu menjadi perhiasan dalam hidupku, menghiasi setiap lembaran perjalanan kehidupan yang penuh kejadian mengharu biru ini.”
Dan kini, serambi masjid kampus itu pun menjadi saksi, tetesan air mata yang mengalir karena sebuah ikatan yang begitu berharga. Ikatan ukhuwah.
*****

Ah, rasanya aku belum bisa menjadi seperti A yang mampu menangkap setiap aura kebaikan dari sahabatnya. Menjadikan segala kekurangan sahabatnya sebagai pelecut semangat untuk mendewasakan diri tanpa mengungkit-ngungkit apalagi membicarakan kekurangan sahabatnya pada orang lain. Kita, pasti pernah punya salah. Bahkan sering kita lakukan pada orang lain. Pada sahabat kita. Saat ego masih tersimpan dalam hati, saat persepsi menutupi mata hati bahwa orang lain harus menjadi yang sempurna di hadapan kita, tanpa cacat, tanpa kekurangan. Maka, sesungguhnya kita telah membutakan mata hati kita untuk memberikan permaafan pada orang lain. Menganggap setiap kesalahan sahabat kita adalah dosa besar yang takkan termaafkan dan telah menutup pintu maaf bagi setiap kesalahan mereka.

Sahabatku, Saudaraku… ikatan kita bukan sembarang ikatan. Kita diikat bukan karena kesamaan kampus, kesamaan asal daerah, kesamaan jurusan, kesamaan organisasi. Akan tetapi kita diikat atas dasar cinta yang terbingkai dalam ukhuwah. Cinta pada Allah dan ukhuwah yang menggelora mempersatukan setiap keping-keping hati yang tersebar di seluruh penjuru bumi-Nya ini.

Sahabatku, Saudaraku… ikatan kita adalah ikatan yang istimewa. Yang telah dipertautkan oleh Yang Maha Istimewa, yang selalu kita ucapkan doa-doa rabithah dalam waktu istimewa kita, di sepertiga malam terakhir sambil berdoa, Ya Allah….Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu ,berhimpun dalam naungan cintaMu, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan, menegakkan syariat dalam kehidupan, Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya, terangilah dengan cahayaMu, yang tiada pernah padam, Ya Rabbi bimbinglah kami. Lapangkanlah dada kami, dengan karunia iman dan indahnya tawakal padaMu, hidupkan dengan ma’rifatMu, matikan dalam syahid di jalan Mu, Engkaulah pelindung dan pembela…..
*: Jupri Supriadi (dakwatuna.com)

Munajat Penguat Tsabat!


Yaa Rabbi…  Andai bukan karena rahmat dan hidayahMu, sungguh kaki ini telah berhenti melangkah… Jika bukan karena kuasaMu, mungkin kaki ini tak kuasa lagi mengayun, tapaki jalan panjang yang kami cintai…

Terkadang, futur menghampiri tanpa permisi, disusul oleh rasa bosan yang membuat kami hampa tak karuan. Terkadang, lelah juga datang, membuat kami ingin berhenti berjuang. Terkadang, rasa sakit terasa begitu menghimpit, sampai membuat kami ingin menjerit. Bahkan, tatkala sakit hati menyelimuti, kami ingin pergi dari jalan ini…!

Tapi kami ingat nasihat seorang ustadz, bahwa ternyata “Dakwah bukannya tidak melelahkan… Bukannya tidak membosankan… Bukannya tidak menyakitkan. Bahkan, para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan. Tidak! Justru kelelahan dan rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari. Akhirnya menjadi adaptasi. Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman. Begitu pula rasa sakit, hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka…” begitulah nasihat ustadz Rahmat. Rahimahullah…

Ya Allah… semoga ke depan kami semakin tangguh. Tangguh dalam mendaki puncak keihsanan hati dan jiwa. Semakin enerjik menerjang batu granit dalam dakwah. Semakin bijak memecah misteri mimpi. Menyelami labirin lika-liku hidup, yang ujungnya berharap husnul khatimah, berlabuh dalam jannah… Oleh karena itu, kami ingin membangun kembali mimpi-mimpi, mencari ridha dan cinta, mengukir asa baru untuk membangun peradaban baru. Biarkan angin kencang hampiri diri ini. Sebagai pertanda badai akan berlalu. Biarlah gelombang bergantian menyapa. Sebagai pertanda Engkau sedang menguji cinta… Di bumi pertiwi ini, kami tanamkan obsesi kibarkan bendera kemenangan. Semoga Engkau mengizinkan…

Masa lalu adalah waktu yang tak akan berulang, dan masa depan datang menanti amal dan kebajikan. Maka, Teguhkanlah tekad kami yaa Rabb… agar senantiasa bisa berkarya untuk agama, bangsa, dan Negara, demi membangun sebuah peradaban. Jangan biarkan jiwa kami lemah. Jangan biarkan ghirah kami menurun. Jadikanlah kami yang terdepan dalam bekerja dan bergerak. Aamiin…

*Oktarizal Rais (dakwatuna.com)

Generasi Cengeng? No!!!


Mendahsyatkan pribadi biasa menjadi luar biasa. Inilah kalimat pertama yang saya baca di cover buku Best Seller ZERO to HERO. Pribadi yang berorientasikan keikhlasan dalam beramal, sehingga dalam ibadah dan pekerjaannya hanya ada satu tujuan yaitu Allah.

Beribadah seakan-akan melihat Allah dan kalaupun dia tidak melihat Allah tetapi dia yakin bahwa Allah melihatnya. Pribadi inilah yang dikatakan pribadi biasa menjadi luar biasa. Bukan pribadi cengeng yang hidup dalam kemewahan dan kemanjaan tapi pribadi yang tegar dan tangguh dan tak pernah kenal lelah.

Karena sejarah mencatat bahwa orang besar justru lahir di tengah himpitan kesulitan bukan buaian kemanjaan. Kesulitan hidup mengajarinya cara bersyukur bukan berhambur, cara berbagi bukan menguli, cara bantu membantu bukan tipu menipu, cara tolong menolong bukan todong menodong.
Maaf dikata, bisa dikatakan sekarang generasi agama dan bangsa kita sedang menuju generasi cengeng, gaya bahasa yang alay dan sedikit lebay. Misalnya saja penyebutan untuk “sakit” diubah menjadi “atit”. Penyebutan “sayang” diubah menjadi “cayang” ,untuk “semangat” diubah menjadi “ cemungut” dan masih banyak lagi contohnya, dan saudara semua bisa menambahkan sendiri kalimat cengeng itu.

Ini baru dari segi bahasa yang telah menjerumuskan generasi kita menuju generasi cengeng. Belum lagi apa yang dinamakan dengan bermental cengeng, sedikit-dikit mengandalkan orang tua, kakak dan kawan. Misalnya ada masalah sedikit langsung manggil mak/ummi/mami/mama aku sudah tak kuat lagi. Papa/papi/abi/ayah/abah aku tak sanggup lagi.

Kalau lihat orang sukses palingan dia andalin bokap nyokapnya, ente belum apa-apa lagi, lihat tuh bokap gue, lihat tuh paman gue, lihat tuh kakek gue. Kalau begitu Kapan lihat gue nya??? Sedangkan Imam Ali pernah berkata “ Bukan seorang pemuda yang mengatakan ini ayahku, tapi pemuda itu adalah mereka yang berkata ini aku.”

Apa penyebab munculnya generasi cengeng, salah satunya adalah maraknya lagu-lagu cengeng yang lagi naik daun. Misalnya kangen band dengan petualang cinta, jangan bertengkar lagi, mei, sambut aku dengan cintamu. Bahkan dengan keputusasaannya sang vokalis berkata kalau terus begini maka aku akan pergi. Dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Belum lagi dunia perfilman yang diisi oleh film-film cengeng, yang ditampilkan hanya masalah cinta, perebutan warisan, kehormatan keluarga dan kemewahan duniawi yang selalu ditampilkan. Secara tidak langsung ini akan membentuk pola pikir penonton untuk berambisi menjadi seperti yang ada di film itu dan akan muncul generasi cengeng yang mengandalkan segala cara untuk bisa hidup mewah, maka tidak aneh lagi akan munculnya berbagai kejahatan. Maraknya pencurian yang dilakukan oleh semua kasta dari pejalan kaki sampai mereka yang memakai dasi.

The win solution nya adalah mengembangkan potensi diri menjadi manusia super, hidup keterbatasan bukan penghalang untuk mandiri, loh Rasulullah saja sudah mulai hidup mandiri ketika usia dini, ditinggal ayah dan ibu tercinta. Akan tetapi beliau tumbuh menjadi manusia super yang powernya kita rasakan sampai era internetan ini.

Beramallah maka Allah, rasul dan orang-orang yang beriman akan melihat amalanmu, karena seseorang akan memanen apa yang ditanamnya. Tiada kata lain selain bergerak untuk mewujudkan apa yang menjadi impian dalam hidup. Karena hari kemarin telah terlewati, hari ini sedang terjadi dan esok hari masih penuh misteri, maka jadilah pemenang yang mana hari ini lebih baik dari hari kemarin. Berkarya untuk agama dan bangsa, berdikari untuk diri dan negeri, bukan hanya ketergantungan kepada nenek moyang karena kita bukan generasi cengeng. Walahualambishowab.

*Muhammad Arzil Yusri (dakwatuna.com - )

Jumat, 13 April 2012

Maaf, saya belum sempat peduli..



Maaf, saya belum sempat peduli pada Palestina atau segenap permasalahan ummat Islam yang saat ini ada. Saya sedang sibuk nonton Inbox atau Dahsyat (tergantung mood saya). Saya juga sedang sibuk menonton OVJ atau Fesbukers, dan berbagai channel yang saya suka; saya memang suka tertawa.

Maaf, saya belum sempat belajar al-Quran. Jangankan belajar tafsirnya secara mendalam, barangkali tajwid-nya pun masih asal-asalan, sekalipun ternyata di KTP saya bertuliskan "Agama: Islam".
Maaf, saya tidak sempat sholat di rumah, apalagi ke Masjid, sekalipun saya tahu bahwa itu adalah wajib, namun kalian tahu, setelah ini saya akan belanja ke Mall, berburu pakaian atau gadget termahal.

Maaf, kalau saya sempat sholat, ayat yang saya baca hanyalah "Qul" atau "Qul", karena saya pikir urusan saya masih banyak, jadi saya putuskan untuk sholat "kilat", biar kerjaan saya tidak telat.

Maaf juga, kalau boleh jujur sebenarnya hanya beberapa surat pendek yang saya hafal, itupun dengan makhraj dan tajwid yang masih "ngasal", karena dari dulu saya tak pernah serius untuk menghafal.

Maaf lagi ya, saya nggak pernah berpikir untuk mati, apalagi mempersiapkan bekal untuk dibawa setelah mati. Karena saya terlalu sibuk party, atau jalan-jalan kesana kemari. Sekalipun saya sadar bahwa bisa saja diperjalanan saya mati, karena saya pernah dengar kalau Izrail datangnya nggak bilang-bilang, layaknya tamu tak diundang.

Maaf, sekali lagi maaf. Saya kadang lebih suka online untuk menghabiskan waktu, chatting dengan teman untuk pembicaraan tak bermutu, ngeliat-liat foto yang "terbuka" untuk memenuhi hawa nafsu. Walaupun saya sepenuhnya sadar, azab neraka itu pedih dan kekal.

Maaf lagi, rasanya saya tidak pernah Tahajjud. Saya lebih memilih nonton bola daripada ruku' dan sujud, karena saya pikir pertandingan ini terlalu sayang untuk dilewatkan, sekalipun nantinya saya capek dan mata saya kelelahan. Ahh, tidak mengapa, demi menonton pertandingan pemain idola.

Maaf, terakhir maaf. Sebenarnya saya tidak ingin kalian membaca tulisan ini, karena ini adalah aib bagi generasi muda kami, inilah yang terjadi pada kami saat ini. Sekalipun hal diatas hanyalah sebagian kecil dari realita di pikiran saya.

Saya sebenarnya ingin kalian memperbaiki keadaan ini, saya tidak ingin hal ini terus terjadi. Saya ingin melihat generasi kita jaya, menjadikan Islam sebagai kebutuhan hidupnya dan menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai pedomannya.

Setidaknya, saya ingin melihat hal ini sebelum saya mati...
*Muhammad Hidayat

Konstruksi Kehidupan Generasi Macan Sirkus!



Sebentar saja kawan, merenunglah sejenak untuk hidupmu seluruhnya. Sejenak. Berapa banyak realita perubahan yang prosesnya hanya dalam hitungan detik.

Titik tolak perubahan. Titik yang menjungkirbalikkan tatanan 'biasa' dalam hidupmu. Kenapa harus luar biasa?. Karena kebiasaan telah rusak. Dan orang normal pun dianggap gila. Bukankah zaman telah berada diujung jurang?. Prediksi Rasul pun telah banyak terpampang?.

Zaman terlalu lembut menggiring. Membiasakan kondisinya pada setiap generasi. Ikan di kolam mengatakan, 'inilah laut'. Sebab, itulah yang mereka lihat sejak pertama kali membuka mata. Sayang mereka tak pernah baca sejarah. Sejarah 'generasi laut' yang sesungguhnya. Generasi yang merdeka dengan fitrahnya. Bukan generasi 'macan sirkus' yang tak kenal hutan dan tak sanggup menerkam mangsa.

Mengkritisi hidup kita. Atau muhasabah yang lebih mendasar. Bukan sekedar tataran amal. Tapi pola hidup dan standart nilai.

Sekolah, kuliyah, kerja, menikah, berkeluarga kemudian tua. Sebatas jadi pelengkap tatanan 'biasa'. Inilah hidup gila yang dianggap normal. Pola hidup 'gila hidup'. Sebatas perut dan sejengkal kebawah. Asal kenyang dan senang. Persetan dengan ummat, dakwah apalagi jihad. Terlalu jauh itu semua. Sedangkan pada surga pun tak berhasrat. Bagaimana mau peduli jalan?, kepada tujuan pun tak berkeinginan.

Cerdaskan irodahmu kawan. Kenali tugas. Kita tak hidup tanpa tujuan. Kita pun punya pijakan. Maka kenalilah tujuan, lalu siapkanlah jalan.

Menimbang posisi ummat. Yang dulu mengatur. Kini diatur. Dulu menarik jizyah. Kini membayar pajak. Bukankah ini penjajahan?. Jika tidak melawan memang terasa aman. Aman dibawah stabilitas penjajah. Rasa yang mati tak lagi peka dengan kehinaan ini. Bahkan sekalipun dihadapkan pada gelimpangan mayat di Ghaza. Mungkin hanya menghasilkan kasihan dan kutuk. Sebatas persoalan kemanusiaan dan hak asasi manusia. Tak sadar bahwa itu adalah deklarasi perang kepada diri dan agamanya.

Dengan semua itu. Masih saja kita hidup 'biasa'. Tak menganggap itu tugas dan tanggung jawab. Tak sedikitpun merubah pola hidup kita. Hanya sisipan pada kegiatan-kegiatan sosial, pengajian atau seminar. Kemudian tenggelam lagi dalam kesibukan 'biasa'. Seberapa kuatkah kita berpegang pada standart dan pola hidup macam ini? Hingga mampu melupakan tanggung jawab yang turun dari langit ketujuh.

Dengan semua itu. Masih saja kita berbangga dengan piala-piala perlombaan. Atau ranking kelas, ip kuliyah, dan lain-lain penghargaan dari pola hidup 'biasa'. Budaya pamer yang menjadi standart kesuksesan. Bahkan para "da'i" pun ikut kontes permainan ini. Sekali lagi, bagaimana ini semua sanggup melupakan tanggung jawab yang turun dari langit ketujuh?. Atau beginikah "jihad" yang diteriakkan dalam slogan-slogan pergerakan sebagai jalan hidup itu?. Inilah relita. Jika kata Ibnul Mubarak, ibadah "'aabidal haromain" adalah main-main, maka hidup macam ini adalah kehidupan main-main.

Bersungguh-sungguh dalam perjuangan, dengan meninggalkan pola hidup 'biasa' tentu akan mengantarkan kita pada berbagai resiko. Namun inilah kemulian. Jika anda masih menghargai umur. Lihatlah al-Khansa yang membesarkan empat putranya selama bertahun-tahun, hanya untuk suatu hari di medan Qodisiyah, hari keberhasilan jerih payahnya. Atau teriakan seorang qori' utusan Rasulullah ketika tertebas pedang musuh yang menyebabkannya syahid, "fuztu wa rabbil ka'bah!!" (aku telah menang demi Rabb-nya Ka'bah). Inilah kesuksesan yang tidak dimengerti oleh generasi "ikan kolam".

Lihatlah bagaimana kehidupan generasi Rasulullah dan para sahabat yang dipenuhi dengan peperangan. Bahkan Rasulullah memerintahkan untuk mendidik anak-anak dengan memanah dan berkuda. Sebagai pembekalan ketrampilan perang. Sebab itulah jalan yang akan ditempuh ketika dewasa kelak. Kehidupan yang tidak jauh dari pedang dan tombak. Inilah pola hidup yang tak dimengerti oleh generasi "macan sirkus".  

*Tsabbit Qolby (Shoutussalam.com)

Selasa, 10 April 2012

Bergabung dalam Komunitas Perlawanan!


Kadang ia menjadi pemenang, pun kadang ia pernah menjadi pecundang melawan musuh abadinya, kedzhaliman. Namun yang pasti dari catatan sejarah adalah kebenaran akan selalu berdiri dan takkan mungkin bisa dipadamkan. Sekalipun para pengikut kebenaran itu ditekan, disiksa, bahkan dimusnahkan. Inilah yang menjadi dalil sejati bahwa kebenaran merupakan hak mutlak milik Allah, yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Kekuasaannya meliputi seluruh alam semesta dan segala isinya.
Islam, sebagai kebenaran yang diturunkan Allah melalui rasul-Nya berjalan dengan sunnatullah seperti itu. Ia berputar seiring arus roda zaman.

Suatu ketika ia menjadi fenomena sejarah yang gemilang. Namun suatu saat yang lain, ia menjadi sesuatu yang ditinggalkan. Satu hal yang pasti, Islam sebagaimana kebenaran itu sendiri, akan terus ada dan berkumandang di muka bumi. Bahkan ia seakan menjadi darah dan nafas yang diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ia menjadi semangat zaman! Semangat yang tak kenal kata berhenti. Estafet ini mengalir seiring bergulirnya drama manusia di panggung dunia ini.

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman seperti kondisi kalian saat ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dengan yang baik (mukmin). Dan Allah tidak akan memperlihatkan kepadamu hal-hal yang gaib, tetapi Allah memilih siapa yang Dia kehendaki…” 
(QS Al Imran: 179)

Itulah yang dikabarkan Allah kepada kaum muslimin pertama yang dididik dalam madrasah RasuluLLah dan terbentuk dalam naungan Al Qur’an. Di atas pundak merekalah dibangun daulah dan pemerintahan Islam yang pertama. Sudah jelas bahwa para pendukung aqidah yang sesungguhnya ini terus bertahan tatkala harus berhadapan dengan tipu daya musuh. Seperti yang diungkapkan Imam Syahid Hasan Al Banna, “Kekuatan yang paling baik adalah kekuatan yang bersama kebenaran. Dan kelemahan yang paling buruk adalah kelemahan yang berhadapan dengan kebatilan”.

Reaksi atas kedzaliman tidak mungkin selalu dihadapi dengan penyerahan total, karena kedzaliman melahirkan kemarahan, kegeraman, kebencian, serta bom waktu yang selalu menunggu untuk membalas kedzaliman itu. Perasaan ini tidak hanya dihinggapi oleh orang2 yang didzalimi, namun juga muncul dalam hati tiap orang yang mencintai keadilan.

Gerakan Islam saat ini menjadi sasaran kedzaliman dimanapun mereka berada. Para pemuda yang masih segar menjadi budak berbagai kebudayaan yang menyesatkan. Hidupnya dilingkupi angan2 semu dan hegemoni materialisme. Para orang tua yang pasrah dengan keadaan, memberikan anak2nya untuk dibentuk dengan pendidikan sesat tanpa arah yang pasti. Kaum wanita dijadikan nafsu birahi yang dibingkis dengan bisnis yang menggiurkan. Sistem mafia menjadi kebiasaan dan aturan yang memasyarakat dari tingkat kecil sampai besar. Di sisi lain, para pejuang kebenaran disulap menjadi para perusuh, ekstrimis, teroris, pembangkang, dan manusia menyimpang oleh para pelaku kedzaliman.

SunnatuLLah terjadi pada setiap aspek kehidupan, seperti memukul air, akan terciprat ke muka sendiri, bagitupun apabila kedzaliman yang memukul setiap aktivitas keIslaman dan setiap gerakan Islam, justru Allah semakin menambah kekuatan para pejuang kebenaran untuk melawan kedzaliman. Mereka berjuang tak kenal lelah membebaskan negeri mereka dari cengkeraman kuku2 manusia2 dzalim. Dalam diri mereka hanya ada satu kata untuk kedzaliman, LAWAN!
(Al-Izzah)